Memahami Tanda Tanda

Author :

Seorang karyawan alat-alat laboratorium dengan bangga pulang ke kampungnya. Dia sudah berhasil dan bekerja di tempat yang baik. Maka diapun membawa oleh-oleh untuk sahabat karibnya di masa sekolah.

Apa oleh-olehnya? mikroskop. 

Ditunjukkannya ke sahabatnya kehebatan mikroskop yang bisa melihat benda kecil bahkan bakteri yang ada di dalam air. Sahabatnya pun kagum dan takjub. Hadiah itu diterima dengan senang hati. 

Setelah sang karyawan kembali ke kota maka temannya dengan bangga memperlihatkan kehebatan mikroskopnya ke orang-orang kampung. Diambilnya daun, kain, dan berbagai barang lain dan diperlihatkannya di bawah mikroskop. Orang kampung kagum dan takjub.   

Sampai akhirnya suatu hari saat dia di meja makan terlihat sambal yang selalu menjadi menu favoritnya. Dia penasaran untuk mencoba mengamati apa gerangan yang ada di dalam sambalnya. 

Diperiksanya dengan mikroskop. Alangkah kagetnya saat terlihat di mikroskop ternyata sambal favoritnya penuh dengan makhluk sejenis bakteri. Dia jadi galau.

Bagaimana ini? Sambal ini ternyata berbahaya, mengandung kuman penyakit. Tapi mau dibuang atau berhenti makan sambal juga rasanya tidak mungkin karena sudah menjadi kebiasaan dan nikmat rasanya. 

Akhirnya dia kecewa dengan mikroskopnya. Dia memutuskan membuang mikroskop itu. Gara gara mikroskop ini dia jadi takut dan khawatir makan sambal. 

Cerita di atas mungkin menggambarkan diri kita yang gagal memahami tanda-tanda. Kata pepatah "buruk wajah cermin dibelah". Kita tidak ingin menerima tanda-tanda karena ego dalam diri kita.  

Mungkin tanda itu berupa nasehat atau syariat agama. Kita tidak terima karena mengganggu zona nyaman dan kebiasaan kita yang salah. Kita sadar bahwa nasehat itu benar. Tapi hawa nafsu kita menolaknya. Akhirnya orang yang memberi nasehat kita benci dan musuhi. Kita pun mencari pembenaran untuk menolak kebenaran. 

Bisa juga tanda itu berupa keadaan fisik kita yang tidak nyaman. Mulai terasa kurang fit. Tanda kita harus istirahat. Tapi kita abaikan akhirnya sakit menimpa kita. 

Bisa juga tanda itu meminta kita untuk diet atau olahraga atau mengubah pola makan. Tapi kita abaikan karena membuat kita menderita. Akibatnya sakit melanda dan barulah kita menyesal. 

Semoga kita menjadi manusia yang mau menerima tanda-tanda yang itu untuk kebaikan kita. Itulah hidayah. 

Previous PostAgama dan Cinta Tanah Air
Next PostSemangat Hijriyah
ARSIP MESSAGE OF THE DIRECTOR