Ujian Kejujuran

Author :

Ada hal menarik yang dilakukan oleh Sekolah Islam Athirah Bone pada Penilaian Akhir Semester (PAS) pada awal pekan ini. Pertama, ujian dilaksanakan tanpa pengawas. Kedua, saat ujian kepada siswa dibagikan soal dan lembar jawaban serta kunci jawaban dalam keadaan terbalik. Lalu setelah waktu ujian habis maka masing-masing siswa memeriksa sendiri pekerjaannya. 


Mengapa ini dilakukan? Ini untuk membangun karakter jujur dan percaya diri. Ujian tanpa pengawas berarti yang jadi pengawas adalah diri mereka sendiri yaitu hati nuraninya. Jujur bukan saatnya lagi hanya teori tapi harus diamalkan. Jujur bukan hanya dituliskan tapi harus diujikan. Ujiannya yaitu saat pelaksanaan Penilaian Akhir Semester.

Jujur bukan karena takut atau malu sama orang lain. Tapi jujur karena malu pada diri sendiri. Di sinilah juga ditanamkan karakter percaya diri. Kadang-kadang siswa tergoda untuk menyontek bukan karena tidak bisa tapi karena kurang percaya diri. Sebenarnya dia bisa menjawab dengan benar. Hanya saja butuh konfirmasi dari orang lain dengan cara melihat jawaban temannya. 

Selanjutnya meminta siswa memeriksa sendiri hasil jawabannya. Ini dilakukan selain ujian lanjut kejujuran juga membangun pemahaman tujuan dari ujian. Apa tujuan dari ujian? Bukan untuk mendapatkan nilai tapi untuk mengetahui tingkat penguasaan materi pelajaran. Dengan memeriksa sendiri maka siswa dapat melakukan analisis pribadi materi apa yang belum dia kuasai. Diharapkan siswa dapat belajar kembali agar dapat menguasai dengan tuntas seluruh materi (mastery learning) meskipun nilainya tidak 100. 

Tentu tindakan memeriksa sendiri jawaban punya resiko kecurangan. Bisa saja siswa sengaja mengosongkan nomor yang dia tidak bisa jawab. Saat memeriksa sendiri baru dia isi jawaban di nomor yang kosong tersebut sesuai kunci jawaban. Tapi ini tidak akan terjadi jika siswa memahami dengan benar tujuan dari ujian. Apalagi diberikan juga pemahaman dan doktrin bahwa nilai 0 yang jujur lebih baik daripada nilai 100 yang curang.

Kejujuran adalah segalanya. Itu adalah harga diri yang paling tinggi. Manusia yang sudah hilang karakter jujur dari dirinya adalah manusia yang sudah tidak berharga lagi. Dia sudah kehilangan segalanya. Tidak ada lagi yang bisa dipegang darinya. Pepatah Bugis mengatakan "yang bisa dipegang dari binatang adalah ekornya. Yang bisa dipegang dari manusia adalah kejujurannya". 

Satu hal yang lebih penting dari itu semua adalah membangun kejujuran berbasis ketuhanan. Berbuat jujur bukan karena malu pada orang lain dan diri sendiri saja tapi malu pada Allah yang Maha Melihat dan Menyaksikan segala perbuatan manusia. Juga disertai rasa takut jika melakukan pelanggaran di dunia kelak akan dibalas di akhirat. 

Proses ini diharapkan dapat tumbuh alarm jujur di jiwa siswa. Alarm itu akan aktif bukan hanya saat ujian di sekolah tapi juga saat menghadapi ujian kehidupan. Apalagi kelak saat menjadi pemimpin yang harus mengambil keputusan, dia tetap mampu berlaku jujur dalam kondisi apapun. 

Semoga dengan itu kelak akan lahir pemimpin masa depan bangsa yang tidak hanya unggul di IPTEK tapi juga kuat di IMTAQ (iman taqwa). Pemimpin yang cerdas berkarakter berbasis Ketuhanan Yang Maha Esa sehingga Allah menurunkan berkah Nya ke negeri Indonesia tercinta.

Previous PostMencari Guru Sejati
Next PostSemangat Hijriyah
ARSIP MESSAGE OF THE DIRECTOR