Banyak Tapi Kurang

Author :

IDX Channel melaporkan sebanyak 46% perusahaan kesulitan saat mencari calon karyawan. Padahal, data Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan, jumlah pengangguran di Indonesia per Pebruari 2024 mencapai 7,2 juta orang. Kondisi yang aneh. Sesuai ungkapan "banyak orang tapi tidak cukup". Banyak tapi kurang. 

Apanya yang kurang? Secara kuantitas pasti melebihi kebutuhan. Secara kualitas yang kurang. Riset Populix dan KitaLulus menunjukkan, pencari kerja di Indonesia belum memiliki pengalaman, keterampilan dan tingkat pendidikan yang cukup. Keterampilan mencakup teknis dan non teknis. 

Sebanyak 50 persen perusahaan menyebut keterampilan teknis (hard skill) pelamar masih pemula atau rendah. Sebanyak 35 persen perusahaan mengatakan keterampilan lunak (soft skill) pelamar belum cukup baik. Mengapa kondisinya demikian? 

Pambudi, Direktur SDM Kapal Api menjelaskan lebih jauh tentang soft skill dan hard skill. Menurut Pambudi ada 3 komponen membangun soft skill yaitu attitude (sikap), behaviour (perilaku), character (karakter) disingkat ABC. Sedangkan hard skill juga tiga aspek yaitu competency (kompetensi), degree (tingkat pendidikan) dan experience (pengalaman), disingkat CDE. 

Membangun soft skill tidak cukup diajarkan tapi harus ditularkan. Butuh role model, sosok inspiratif dan budaya yang mendukung. Sikap dimulai dari mindset atau pola pikir yang terbuka, positif dan berkembang. Dosen di perguruan tinggi tidak hanya sebagai pengajar tapi juga inspirator. Kampus juga perlu mengundang pihak eksternal seperti pengusaha, profesional, birokrat, ilmuwan untuk berbagi pengalaman kunci sukses dalam kehidupan. 

Bisa juga perusahaan sebagai pengguna lulusan secara aktif mendatangi kampus seperti program Kalla Goes to Campus. Tiap bulan minimal kunjungi dua kampus. Sharing tentang dunia kerja dan pengalaman kehidupan. Membahas tentang persiapan pasca kuliah. Juga berbagi pengalaman kepada mahasiswa tentang dunia nyata dari ilmu yang mereka pelajari. Semoga memberi wawasan dan motivasi kepada mahasiswa.

Membangun soft skill juga melalui aktivitas organisasi. Dorong mahasiswa aktif di UKM, BEM dan Himpunan. Buat kegiatan di mana mereka jadi panitia. Berinteraksi dalam kepanitiaan akan efektif membangun soft skill seperti team work. 

Membangun hard skill butuh experience atau pengalaman. Mahasiswa harus mengenali aplikasi ilmunya sejak awal. Caranya undang para professional sebagai dosen tamu. Semester lalu saya mengampu dua mata kuliah. Ada satu mata kuliah hampir 40% diisi oleh para praktisi. Terasa lebih hidup karena cerita praktek nyata di perusahaan. Ujian akhir pun saya buat bukan paper test. Tapi turun ke lapangan dalam kelompok dan presentasi hasil observasi. 

Selain itu kampus perlu jadikan perusahaan sebagai laboratorium lapangan. Adakan kunjungan industri, magang saat libur dan KKN Profesi. KKN bukan hanya turun ke desa tapi masuk ke perusahaan. Hal itu menjadi pengalaman 'kerja' sebelum lulus kuliah. 

Harapannya lulusan perguruan tinggi tidak hanya punya ijazah dengan nilai IPK tinggi. Tapi juga memiliki pengalaman dan keterampilan sesuai kebutuhan dunia kerja. Semoga jumlah lulusan yang banyak bisa memenuhi kebutuhan.

Previous PostMenjadi Kepala Daerah
Next PostMewaspadai Komunisme
ARSIP MESSAGE OF THE DIRECTOR