KRITERIA PEMIMPIN MENURUT ISLAM (Sebuah Catatan, Menuju Pilwalkot Makassar)
Tepat pukul 10.30 Wita kamis, 24
September 2020, gendrang perang PILWALKOT Makassar dimulai. Masing-masing
CAWALKOT telah mendapatkan nomor urut. Nomor urut 01 milik ADAMA akronim dari
Moh.Ramdhan Pomanto-Fatmawati Rusdi. Nomor urut 02 milik APPI- RAHMAN tagline
dari cawalkot Munafri Arifuddin,SH-DR.H.Abd.Rahman Bando, nomor urut 03 milik DILAN
akronim Dr.H.Syamsu Rizal–dr.Fadly Ananda, serta nomor urut 04 milik Irman
Yasin Limpo (None)-Dzunnun Nurdin Khalid (IMUN).
Sebagai
warga, tentu semua berharap yang terpilih,
yang betul-betul akan memperhatikan dan memperjuangkan kepentingan dan
kesejahteraan rakyat kota Makassar. Bukan pemimpin yang hanya sekedar mengejar
jabatan dan kekuasaan. Dan sebagai warga yang sadar akan demokrasi, siapapun
yang terpilih, maka harus diterima dengan besar hati sebagai walikota Makassar
lima tahun ke depan.
Beberapa
waktu yang lalu, penulis menghadiri undangan sosialisasi pemilihan Pilwalkot
yang dilaksanakan oleh BAWASLU provinsi Sulawesi Selatan. Pertemuan tersebut
dihadiri oleh beberapa unsur masyarakat dan alim ulama. Pada intiny,a bahwa
setiap warga wajib pilih yang berdomisili dan sudah terdaftar di panitia, harus menyalurkan
aspirasinya memilih salah satu kandidat/calon. Sebab negara sudah mengeluarkan
biaya yang tidak sedikit jumlahnya, demi terpilihnya seorang pemimpin yang sah
sesuai dengan hukum.
Lebih
lanjut disampaikan bahwa beberapa hal yang mesti dihindari pada pemilihan
nantinya antara lain; pertama, hindari memilih pemimpin berdasarkan kesukuan.
akan sangat berbahaya kalau sudah berdasarkan pada sukunya. Di Makassar terdiri
atas berbagai suku, daerah, dan agama. Bisa dibayangkan dampaknya kalau sisi
sukunya yang ditonjolkan. Pasti akan terjadi perselisihan antara satu dengan
lainnya. Mari bersama mengambil
pelajaran dari sejarah nabi Muhammad saw., baik ketika di Mekkah maupun di
Madinah. Sepanjang hidup mereka tidak pernah tenang karena selalu terjadi gejolak
antara satu suku dengan suku lainnya. Maka ketika nabi diangkat menjadi utusan
Allah, yang beliau lakukan adalah
mempersatukan antara suku-suku yang ada di sana.
Kedua, hindari memilih pemimpin
berdasarkan kedaerahan. Siapapun kita dan dari manapun asalanya, maka kita
adalah satu. Semuanya adalah warga Makassar. Memiliki hak dan kewajiban yang
sama pula. Dan pemimpin yang terpilih tidak boleh hanya mementingkan warga yang
sama daerahnya. Pemimpinnya wajib berlaku adil.
Ketiga, jangan memilih pemimpin
karena kekeluargaan dan persahabatan. Tetapi plihlah Pemimpin yang berdasarkan kwalitas sang calon. Sebab bila kepemimpinan diberikan
kepada yang bukan ahlinya, maka kata rasulullah “ tunggulah kehancurannya”. Dalam
alqur’an surah al Isra’ ayat 16, Allah Swt berfirman “ Jika Allah ingin menghancurkan suatu negeri, maka kami perintahkan
kepada orang-orang yang hidup mewah di negeri itu (supaya mentaati Allah)
tetapi mereka melakukan kedurhakaan dalam negeri itu, maka sudah sepantasnya
belaku kepadanya perkataan (ketentuan kami), kemudian kami hancurkan negeri itu
sehancur-hancurnya”.
Keempat, jangan memilih calon
pemimpin yang menyogok (politik uang).
Bila seseorang menyogok agar ia menjadi pemimpin, maka tergambar dalam
dirinya hal-hal yang kurang pantas, antara lain; 1. Orangnya ambisius. Orang
yang ambisius dilarang oleh agama Islam. Dalam salah sabda nabi Muhammad saw, “
janganlah berikan jabatan orang yanmg terlalu mau dan yang sangat menolak”. 2. Sangat
mungkin ketika dia terpilih berusaha melakukakan praktek-praktek ekonomi supaya
balik modal - bagaimanapun caranya-. Sehingga mengabaikan kepentingan
rakyatnya. 3. Menunjukkan dirinya tidak percaya diri sebagai seorang pemimpin.
Mereka hanya mengandalkan uangnya/ hartanya bukan visi-misi ke depan. Lalu apa
yang bisa diharap dengan pemimpin seperti itu. Naudzubillah. 4. Menerima
sogokan berarti menjual harga dirinya. Makanya, kalau mau tahu berapa harga
dirimu maka lihatlah berapa nominal sogokan yang anda terima. Lantas bagaimana
dengan orang yang tidak mau menerima sogokan???. Orang yang tidak menerima
sogokan, harga dirinya sangat mahal
sehingga tidak ada yang bisa beli. 5. Menyogok berarti membeli adzab neraka.
Ingalat sabda nabi Muhammad Saw “ orang
yang menyogok dan yang menerima sogokan sama-sama masuk neraka”.
Lantas
bagaimanakah kreteria pemimpin dalam Islam?
Penulis mengutip pendapat Prof Dr. Didin Hafiluddin,MS. dalam https://republika.co.id. Kiai Didin membahas Alquran Surah Al Maidah ayat 55. “Dalam ayat ini Allah SWT menegaskan
ada empat syarat seseorang layak dipilih sebagai pemimpin. Persyaratan ini
berlaku dalam memilih seorang pemimpin di level apa pun,” tutur Kiai Didin.
Pertama, beriman kepada Allah (Mukmin) dan
beragama Islam (Muslim) yang baik. “Yakni seorang Muslim yang memiliki dua
sifat, seperti disebutkan dalam Alquran Surah Yusuf ayat 55, “hafizhun
‘alim”,”papar beliau. Kata “Hafizhun”, artinya adalah seorang yang pandai
menjaga. Yakni, seorang yang punya integritas, kepribadian yang kuat,
amanah, jujur dan akhlaknya mulia, sehingga patut menjadi teladan bagi orang
lain atau rakyat yang dipimpinnya. Seorang pemimpin yang amanah, kata
Didin, akan berusaha sekuat tenaga untuk menyejahterakan rakyatnya, walaupun
sumber daya alamnya terbatas. Sebaliknya pemimpin yang khianat sibuk memperkaya
diri sendiri dan keluarga serta kolega-koleganya, rasulullah SAW mengingatkan,
sifat amanah akan menarik keberkahan, sedangkan sifat khianat akan mendorong
kefakiran. Sedang kata “’Alim”, artinya adalah seorang yang memiliki
kemampuan dan pengetahuan yang memadai untuk memimpin rakyatnya dan membawa
mereka hidup lebih sejahtera.
Syarat kedua untuk menjadi seorang pemimpin menurut
Alquran, rajin menegakkan shalat. Sebab, shalat adalah barometer akhlak
manusia. “Pemimpin yang baik dan layak dipilih adalah pemimpin yang menegakkan
shalat. Shalat melahirkan tanggung jawab. Kesadaran
keimanan/tauhid/transendental dibangun melalui shalat,” Syarat ketiga untuk menjadi seorang pemimpin menurut
Alquran, gemar menunaikan zakat dan sedekah. “Zakat itu bukan membersihkan
harta yang kotor, melainkan membersihkan harta kita (harta yang bersih)
dari hak orang lain,. seorang pemimpin
yang rajin berzakat dan berinfak, tidak akan korupsi. ”Sebab dia yakin
Allah sudah menjamin rezekinya, dan sesungguhnya rezeki yang halal lebih banyak
daripada rezeki yang haram. Kalau sudah yakin seperti itu, untuk apa melakukan
korupsi yang sangat dibenci Allah?” tegas beliau.
Adapun syarat keempat menurut Alquran, kata Didin, adalah suka berjamaah. “Artinya
suka bergaul dengan masyarakat, berusaha mengetahui keadaan rakyatnya dengan
sebaik-baiknya, dan mencarikan jalan keluar atas persoalan-persoalan yang
dihadapi masyarakatnya,” ujarnya. Sifat suka berjamaah atau memperhatikan
masyarakat ini, ditunjukkan dalam shalat fardhu berjamaah. Rasulullah setiap
selesai shalat fardhu berjamaah lalu duduk menghadap kepada jamaah. Hal itu,
bertujuan untuk mengetahui kondisi jamaah, termasuk memperhatikan apakah jumlah
jamaah tersebut lengkap atau tidak. Kalau ada yang tidak hadir shalat
berjamaah, ditanya apa penyebabnya. Kalau ternyata orang tersebut sakit,
Rasulullah bersama para sahabatnya lalu menjenguk orang yang sakit tersebut. “Semangat
berjamaah atau memperhatikan masyarakatnya inilah yang harus dimiliki oleh
seorang pemimpin. Semangat berjamaah inilah dan tiga syarat lainnya yang
diuraikan di atas, yang harus dijadikan kriteria bagi masyarakat dalam memilih
seorang pemimpin,” tutur Prof Dr KH Didin Hafidhuddin MS.
Semoga pemimpin kota Makassar ke depan memenuhi kriteria tersebut. INGAT lima menit di dalam bilik menentukan nasib warga Makassar lima tahun ke depan. JADILAH PEMILIH YANG CERDAS BAGI PEMIMPIN YANG CERDAS UNTUK NEGERI YANG CERDAS!!! Wallahu a’lam bissawab.