
PENGAMBILAN KEPUTUSAN ETIS oleh Farah Nanda Amanah Puri Bima, S.Pd., Gr., M.Pd. (Guru Matematika – CGP Ang. 11)
Sebagai seorang pemimpin (guru),
seringkali kita berada pada situasi dilema etika maupun bujukan moral, dan pemimpin
(guru) dituntut mengambil keputusan dari dilema tersebut. Seorang guru perlu
memiliki dan memahami nilai-nilai kebajikan ataupun aturan/hukum yang berlaku. Bagaimana
pengambilan keputusan berbasis nilai-nilai kebajikan sebagai pemimpin (guru). Disini
perlunya pemahaman pengetahuan dan keterampilan yang mendalam dalam pengambilan
dan pengujian keputusan tersebut. Pemimpin (guru) harus memiliki paradigma dan
prinsip yang menjadi dasarnya dalam pengambilan keputusan yang tepat dan juga
memiliki prosedur/langkah pengambilan dan pengujian keputusan.
Ki Hajar Dewantara mengusung Pratap
Triloka dalam pendidikan sebagai sistem among, yaitu ing ngarsa sung tuladha,
artinya seorang guru menjadi teladan bagi muridnya. Ing madya mangun karsa,
artinya guru menjalin komunikasi yang baik diantara muridnya. Tut wuri
handayani, yaitu guru selalu memotivasi serta mendorong muridnya berkembang
sesuai potensinya.
Dalam menjalankan peran sebagai guru,
ada kalanya guru dihadapkan dalam situasi yang mengandung dilema etika dan
bujukan moral. Dilema etika merupakan sebuah situasi yang terjadi ketika
seseorang harus memilih antara dua pilihan benar tetapi bertentangan. Sedangkan bujukan moral adalah sebuah situasi
ketika guru harus memilih keputusan benar atau salah.
Menurut penulis pengaruh pandangan KHD
dengan Pratap Trilokanya terhadap sebuah pengambilan keputusan sebagai seorang
pemimpin pembelajaran yaitu guru harus menyadari dalam lingkungan sekolah akan
ditemukan berbagai dilema etika dan bujukan moral. Maka dari itu, guru harus
memiliki kompetensi dan peran sesuai dengan Pratap Triloka dari KHD dengan cara
menjadi sosok teladan yang positif, motivator, dan sekaligus moral support bagi murid.
Nilai-nilai yang tertanam dalam diri seorang
pemimpin (guru) akan menentukan cara pandangnya terhadap situasi atau masalah, seperti
apa prinsipnya dalam pengambilan keputusan. Dalam pengambilan keputusan,
penulis mengenal ada tiga prinsip yang dapat diambil yakni Berpikir Berbasis Hasil
Akhir (Ends-Based Thinking),
Berpikir Berbasis Peraturan (Rule-Based
Thinking), dan Berpikir Berbasis Rasa Peduli (Care-Based Thinking). Prinsip-prinsip
yang kita ambil dalam pengambilan suatu keputusan tentunya berkaitan dengan
nilai- nilai yang tertanam dalam diri. Misalnya, guru yang memiliki empati yang
tinggi, rasa kasih sayang dan kepedulian cenderung akan memilih prinsip
Berpikir Berbasis Rasa Peduli (Care-Based Thinking). Sedangkan guru yang
memiliki sikap jujur dan komitmen yang kuat untuk tunduk pada peraturan
cenderung memilih prinsip Berpikir Berbasis Peraturan (Rule-Based Thinking).
Dan guru yang reflektif dan memiliki jiwa sosial yang tinggi cenderung memilih
prinsip Berpikir Berbasis Hasil Akhir (Ends-Based Thinking).
Dalam pengambilan keputusan terkadang
pemimpin (guru) membutuhkan teman bicara coaching dengan alur TIRTA khususnya
bagi kasus dilema etika. Pada proses coachingnya, seorang coach membantu agar
coachee (pimpinan/guru) dapat menggali dan mengidentifikasi kasusnya secara
mendalam dengan panduan 4 paradigma, 3 prinsip, dan 9 langkah pengambilan dan
pengujian keputusan yang tentu akan membuat suatu keputusan semakin tajam dan
matang. Coaching juga bisa dilakukan untuk refleksi apakah keputusan yang
dibuat tersebut akan berdampat positif yang luas dan dapat
dipertanggungjawabkan, mencari win-win
solution bagi coachee, ataukah justru akan dapat menimbulkan
masalah di kemudian hari.
Pengambilan keputusan memiliki arti
penting bagi maju atau mundurnya suatu sekolah. Pengambilan keputusan yang
tepat akan menghasilkan suatu perubahan terhadap sekolah ke arah yang lebih
baik, terciptanya lingkungan yang positif, kondusif, aman dan nyaman. Namun
sebaliknya pengambilan keputusan yang salah akan berdampak buruk pada
perjalanan roda sekolah itu sendiri.
Tidak jarang dihadapi kesulitan dalam
menjalankan pengambilan keputusan khususnya kasus dilema etika, Ketika
paradigma pengambil keputusan berbeda dengan paradigma yang sudah tertanam di
warga sekolah (kepala sekolah, guru, murid, wali murid atau masyarakat).
Menurut penulis, seorang pengambil keputusan harus fokus pada proses dan
langkah pengambilan keputusan yang telah dibuat, dalam pengambilan keputusan
kita harus berdasarkan pada keberpihakan pada murid, mengandung nilai-nilai
kebajikan dan bertanggung jawab.
Pemimpin (guru) perlu menyadari dan
mengelola aspek social emosional mereka dengan baik agar mampu membuat
keputusan yang lebih empatik dan adil, khususnya kasus dilema etika. Kesadaran
emosional membantu guru memahami dan mempertimbangkan dampak keputusan mereka
terhadap kesejahteraan psikologis (wellbeing) murid dan yang lainnya.
Pengambilan keputusan yang diambil
oleh pemimpin (guru) sebagai pemimpin
pembelajaran sangat mempengaruhi terhadap hal-hal yang berkaitan dengan murid. Dengan
mengedepankan pandangan KHD dengan filosofi Pratap Trilokanya. Nilai-nilai yang
tertanam dalam diri seorang pemimpin (guru) juga mempengaruhi keputusan yang
akan diambilnya serta pengambilan keputusan yang tepat dapat berdampak pada
lingkungan yang positif, kondusif, aman dan nyaman. Keputusan yang diambil
seorang pemimpin (guru), mempengaruhi pengajaran yang memerdekakan murid
sehingga dapat membentuk karakter murid serta mempengaruhi kehidupannya di masa
depan. Bagi seorang pemimpin (guru) perlu untuk mengembangkan kemampuan sosial
emosional. Dalam sebuah hadits dikatakan, “Jangan pernah membuat keputusan
dalam kemarahan dan jangan pernah membuat janji dalam kebahagiaan.”
(Hadhrat Ali bin Abi Thalib ra.). Terkadang membutuhkan penguatan dan dukungan
berupa teman bicara coaching agar dapat menyelami kasus yang dihadapinya. Yang
paling utama, seorang pemimpin (guru) dalam pengambilan keputusannya harus
mendasarkan pada keperpihakan pada murid, nilai-nilai kebajikan dan bertanggung
jawab.