
Menanamkan Adab kepada Anak
Penulis : Musawwir Mus, Lc. (Wakasek Kesiswaan dan IT SMP Islam Athirah 1 Makassar)
Dalam berbagai kesempatan, acap kali kita mendengarkan
keluhan orang tua dalam mendidik anaknya. Mereka mengeluh karena anaknya kehilangan
kemampuan untuk bertingkah laku dengan benar sebagaimana norma-norma yang
berlaku. Anak zaman sekarang sering kali dengan mudahnya mengeluarkan kata-kata
kasar, atau dengan santainya tidak mengindahkan perintah orang tua sehingga harus
memerintahkannya berkali-kali. Atau para dosen seringkali merasa jengkel dengan
mahasiswa yang berjanji bertemu, tetapi dengan mudah melanggarnya tanpa
pemberitahuan. Atau anak-anak sekolah sekarang sudah lantang mengkritik guru
seperti kepada teman sebaya mereka. Terlebih saat ini bagi para pendidik di
sekolah mendapatkan tantangan yang paling berat bagaimana menjadikan anak-anak tersebut
memiliki adab yang baik.
Syed Muhammad Naquib Al-Attas, seorang pemikir ulung
dunia islam masa kini, menyebutkan bahwa persoalan utama umat islam saat ini bukanlah
soal ekonomi, politik, militer, tekhnologi, melainkan karena hilangnya adab (loss
of adab).Perlu dipahami, adab yang dimaksud di sini bukanlah terbatas pada
masalah sopan santun sebagaimana dipahami kebanyakan orang, melainkan meliputi semua
aspek dan lini kehidupan yang dihadapi dalam kehidupan.
Adab sendiri pada mulanya bermakna kiasan
"jamuan" atau "hidangan", sebagaimana disebutkan dalam
salah satu hadits Nabi, "Al-Qur'an ini adalah jamuan Allah (Ma'dabatullah)
di muka bumi, maka belajarlah kamu dari jamuan-Nya itu (HR. Al-Baihaqi)."
Yang dihidangkan dalam jamuan ini adalah makanan
yang bersifat spiritual, yaitu ilmu yang berasal dari Tuhan (Al-qur'an). Itu sebabnya
mengapa para ulama mengatakan ilmu (yang bersumber dari al-qur'an) itu adalah makanan
rohani. Mereka bahkan menilai makanan rohani ini jauh lebih penting daripada makanan
jasmani. Sebab, baik buruknya makanan jasmani hanya berpengaruh terhadap kehidupan
duniawi, sedangkan makanan rohani akan menentukan nasib seseorang di akhirat
yang lebih kekal.
Lebih lanjut Al-Attas mengatakan bahwa orang
yang beradab atau terdidik adalah orang yang memiliki kemampuan bertindak benar(right
action) berdasarkan tuntunan ilmu dan hikmah. Tindakan yang benar di sini bermakna
meletakkan segala sesuatu pada tempat yang seharusnya. Sedangkan ilmu dan
hikmah menjadi petunjuk bagi manusia untuk mengenali tempat yang benar bagi segala
sesuatu. misalnya, seorang muslim yang tidak menunaikan ibadah shalat fardhu dengan
alasan kesibukan berarti telah berlaku tidak beradab karena menempatkan perintah
Allah di bawah kepentingan duniawinya. Seorang pejabat yang korupsi adalah
orang yang tidak beradap alias biadab karena ia meletakkan harta negara ke dalam
rekening pribadinya yang nota bene bukan tempat yang seharusnya.
Begitulah agama islam sangat memperhatikan adab,
karena dengan adab, manusia menjadi lebih terhormat dan senantiasa memperhatikan
rambu-rambu yang telah digariskan oleh Allah SubhanahuWata'ala melalui Nabi
Muhammad Shallahu 'alaihiWasallam.
Wallahua’lam
Editor : Hasniwati Ajis (Tim Web SMP islam Athirah 1 Makassar)