KEMISKINAN YANG DI BUAT-BUAT

Pandemi
covid 19 merupakan isu global, covid 19 telah
menyebar ke 181 dari sekitar 200 negara dan wilayah di seluruh dunia, menurut
data yang disimpan oleh Universitas Johns Hopkins. Pandemi, yang muncul pada
akhir Desember di Wuhan, Cina, telah menyebar ke seluruh dunia pada tingkat
yang mengkhawatirkan yang mencapai 2 juta kasus.
Sejak
covid 19 merebak sebagai pandemi global, nyaris tak ada lagi sektor yg aman
dari amukannya, baik bidang keagamaan, pendidikan dan ekonomi yang merupakan
sektor paling terdampak alias babak belur. Banyak masyarakat miskin yang terpapar
masuk jurang "neraka" yang tadinya sebelum pandemi hendak bangun
namun terjatuh lagi setelah pandemi melanda.
Ditengah
situasi ini, banyak masyarakat yang mendaku diri sebagai yang paling susah dan
miskin demi paket bantuan sosial (bansos) padahal secara kategoris mereka tidak
pantas menerima bantuan tersebut. Kemiskinan itu ada indikator makronya, tidak
perlu mengaku diri sebagai orang miskin.
Kemiskinan
di Indonesia didasarkan pada Undang Undang RI nomor 13 Tahun 2011 tentang
Penanganan Fakir Miskin. Pasal 1 (1) UU tersebut menyebutkan bahwa fakir miskin adalah orang yang sama sekali tidak
mempunyai mata pencaharian dan/atau mempunyai sumber tetapi tidak mempunyai
kemampuan memenuhi kebutuhan dasar yang layak bagi kehidupan dirinya dan/atau
keluarganya, sedangkan Badan Pusat Statistik sebagai Institusi yang dipercaya
mengeluarkan data terkait indikator kemiskinan mengeluarkan definisi bahwa
Kemiskinan diukur menggunakan konsep kemampuan memenuhi kebutuhan dasar (basic needs approach). Dengan pendekatan
ini, kemiskinan dipandang sebagai ketidakmampuan dari sisi ekonomi untuk
memenuhi kebutuhan dasar makanan dan bukan makanan yang diukur dari sisi
pengeluaran. Selanjutnya kita mengenal istilah Penduduk Miskin, Tingkat
Kemiskinan (Persentase Kemiskinan), Garis Kemiskinan dan lain sebagainya.
Tapi
ironisnya, ada oknum petugas sering bertindak curang dengan cara melakukan
manipulasi data sehingga buntutnya bantuan tidak tepat sasaran. Asumsi saya mengapa
ada oknum petugas yang memanipulasi data kemiskinan karena mungkin mereka salah
tafsir ayat Al-Quran. Misalnya potongan ayat "jagalah diri dan keluarga mu dari api neraka". Ini
potongan surat Attahrim ayat 6.
Karena
terpancing dengan kata "jagalah atau
selamatkan keluarga" maka ia mencatat atau mendahulukan seluruh
keluarganya (termasuk yang pura-pura miskin) untuk mendapatkan bansos. Nah,
dari sinilah asal-usul manipulasi statistik kemiskinan. Kalau seperti ini,
orang ini membuat tafsir yang salah fatal.
Di
negeri ini ada jutaan masyarakat yang secara de facto miskin, benar-benar miskin, bukan merekayasa status
sosial-ekonomi seolah-olah miskin.