Human Literacy

Era sekarang adalah era digital di mana manusia, mesin dan barang sudah berada dalam satu kesatuan. Internet telah menjadi 'pemersatu' yang mengintegrasikannya. Manusia dengan smartphonenya dapat berhubungan dengan orang lain.
Tidak hanya itu, manusia juga sudah bisa berbelanja secara online sehingga barang pun juga sudah menyatu.
Selanjutnya manusia mulai juga mengembangkan kecerdasan buatan atau artificial intelligence. Diintegrasikan dengan robotika maka lahirlah robot yang dapat berfikir karena dirancang meniru jaringan saraf yang ada pada manusia.
Bukan lagi robot yang terprogram perintah rutin seperti yang ada di pabrik. Tapi juga robot yang dapat mengambil keputusan, berdialog, menjawab pertanyaan yang itu semua perlu kemampuan berfikir seperti robot Sofie yang rencananya bulan September ini akan datang ke Indonesia.
Sebelum heboh tentang Sofie dua puluh tahun lalu manusia juga dikagetkan dengan kalahnya juara catur dunia Garry Kasparov oleh komputer dalam sebuah pertandingan catur. Jadi komputer sudah lebih 'cerdas' dari pada manusia untuk mengambil keputusan langkah main catur.
Lalu muncul lagi mobil pintar yang jalan sendiri tanpa sopir. Punya peta yang dapat memutuskan lewat rute mana yg paling dekat dan tidak macet. Bisa diperintah buka pintu, menyambungkan telepon dan lain sebagainya.
Seiring dengan perkembangan waktu maka teknologi semakin berkembang dan dapat menggantikan peran dan pekerjaan manusia. Akibatnya setiap tahun ada saja pekerjaan manusia yang hilang karena digantikan oleh mesin dan robot.
Apakah ini merupakan ancaman bagi manusia? Tentu saja karena manusia akan bersaing dengan mesin dan robot dalam mencari pekerjaan. Kelebihan robot hanya butuh listrik tidak butuh gaji, asuransi kesehatan dan tidak akan sakit.
Bagaimana cara manusia menang dalam persaingan dengan robot? Manusia harus masuk pada area yang robot tidak bisa lakukan. Apa itu? Kreativitas, intuisi, emosionalitas, spiritualitas dan kemampuan lain yang khas manusia yang disebut sebagai human literacy.
Kelebihan lain manusia adalah leadership dan teamwork. Itu juga sulit bagi robot karena terkait dengan manusia sebagai makhluk sosial. Leadership bukan semata jabatan tapi juga pengaruh karena ada keterikatan emosi dan spiritual. Leadership juga terkait visi, impian dan aspirasi. Tentu ini khas manusia.
Mari hadapi era digital dan robotika dengan membina diri menjadi manusia utuh yang memiliki spiritual, emosional, intelektual dan sosial secara terpadu. Itulah yang menjadikan manusia dipilih Allah sebagai khalifah di bumi.