Penghancur Pahala

Author :
Renungan Hari ke-19

"Kelak akan ada ummatku yang datang dengan amalan sebesar gunung Tihamah.
Tapi semua hancur seperti buih di lautan. Mengapa terjadi demikian? Karena dia saat dikesendiriannya dia bermaksiat kepada Allah". Itulah nasehat penuh semangat dari Ust. Sidik saat khutbah kedua di jumat ketiga Ramadhan di masjid Al Ukhuwwah.  

"Hati-hati saudaraku. Bisa jadi kita telah banyak beribadah, shalat berjamaah, membaca Al Qur'an, berpuasa, berinfak dan lain sebagainya. Namun semua tak ada artinya, tak ada nilainya, tak ada pahalanya, hancur berantakan karena perbuat maksiat saat sendirian". Demikian Ust. Sidik melanjutkan. 

Saya coba merenungi mengapa maksiat saat sendirian dapat menghancurkan pahala? Tujuan ibadah seperti shalat agar ingat kepada Allah sehingga dapat mencegah dari perbuatan keji dan mungkar. Puasa agar menjadi takwa sehingga berhati hati dalam menjalani hidup. Berbuat maksiat saat sendirian artinya lupa pada Allah atau 'tidak percaya' adanya Allah. Tidak takut pada Allah. Hanya takut pada manusia. Artinya ibadah yang dilakukan tidak mencapai tujuan, hanya jadi amalan fisik. Wajar saja nilainya tidak ada.

Mengapa dalam kesendirian manusia melakukan maksiat? Penyebannya karena dia tidak merasakan muraqabatullah atau pengawasan dari Allah. Saat sendirian tidak ada manusia yang melihat. Akhirnya dia pun bebas melakukan perbuatan sesuka hatinya. Dia lupa bahwa Allah Maha Melihat. Maha Menyaksikan segala apa yang dia perbuat. 

Mendengar itu semua saya jadi takut dan khawatir juga. Apalagi di era sekarang ini fasilitas teknologi sangat membantu manusia dalam beraktivitas positif. Namun ibarat pedang bermata dua. Teknologi juga memudahkan melakukan kemaksiatan. Teknologi internet yang memudahkan akses hal-hal positif juga miliki jebakan syaitan yaitu pornografi. 

Sering saat membaca berita atau situs biasa muncul iklan yang mengajak mengunjungi situs porno kemaksiatan. Di sinilah iman kita diuji. Apakah kita tergoda atau tidak. Di situlah iman kita diuji apakah percaya adanya Allah yang Maha Melihat. Disitulah kemampuan kita mengendalikan hawa nafsu diuji. Sungguh sangat sulit. Tapi insya Allah bisa jika kita dapat merasakan pengawasan Allah atau muraqabatullah. 

Menurut Ust. Sidik ada tiga cara agar dapat membangun muraqabatullah dalam diri kita. Pertama, rasa takut kepada Allah. Begitu keras ancaman Allah bagi mereka yang berbuat maksiat. Neraka jadi tempat siksaan yang luar biasa.

Kedua membangun rasa malu kepada Allah. Bayangkan hari pertanggungjawaban saat seluruh anggota badan berbicara atas segala yang diperbuatnya. Kita tak dapat mengelak dan hanya bisa tertunduk malu. 

Ketiga, membangun rasa cinta dan syukur kepada Allah. Anugrah nikmat panca indra serta anggota tubuh lainnya demikian besar. Dengan fasilitas itu semua kita menikmati hidup ini. Allah tidak menuntut bayaran. Hanya meminta dijaga dan digunakan pada hal yang diperintahkan serta jauhkan diri dari kemaksiatan. Itupun semua untuk manusia manfaatnya. 

Semoga bulan Ramadhan di mana kita menjauhi hal yang boleh di luar ramadhan (makan, minum dan hubungan suami istri) dapat membuat kita mampu mengendalikan hawa nafsu. Juga melatih diri merasakan pengawasan Allah, muraqabatullah, sehingga kita takut dan malu bermaksiat kepada Nya. 

Mari jaga amalan kita sehingga pahala yang Allah janjikan dari ibadah Ramadhan serta nanti di luar Ramadhan dapat kita nikmati di akhirat. 

Makassar, 4 Juni 2018
Previous PostMenggapai Husnul Khotimah
Next PostTiga Tanda Sukses Ramadhan
ARSIP MESSAGE OF THE DIRECTOR