Pahala dan Tingkat Kesulitan

Author :

Renungan Hari Ke-12

Dalam ilmu ekonomi bisnis dikenal istilah investasi.

Ada modal (capital), resiko (risk) dan keuntungan (return). Untuk mendapatkan keuntungan dibutuhkan modal (capital). Tiap bisnis yang dijalankan pasti ada resikonya (risk). Interaksi modal dan resiko menghasilkan keuntungan. Berlaku hukum high capital, high risk, high return. Maksudnya bisnis yang  modal dan resikonya besar biasanya keuntungannya juga besar. Demikian pula sebaliknya. Resiko ditentukan oleh tingkat kesulitan dari bisnis yang digeluti.

Dalam dunia ibadah juga berlaku demikian. Keuntungan atau return yaitu pahala. Besarnya pahala juga tergantung tingkat kesulitan. 

Semakin sulit semakin besar pahalanya. Contohnya pahala shalat isya dan subuh berjamaah di masjid. 

Shalat subuh berjamaah pahalanya sama dengan shalat semalam penuh. 

Sedangkan shalat isya  pahalanya sama dengan shalat 1/2 malam. Padahal rakaat shalat isya lebih banyak daripada shalat. Jadi pahala bukan karena jumlah rakaat tapi tergantung kesulitannya.

Mengapa shalat subuh berjamaah lebih sulit? Dalam kondisi tidur nyenyak kita harus bangun. Meninggalkan zona nyaman untuk menuju mesjid. Alamiah tubuh kita pada malam hari istirahat dan siang mencari nafkah. Saat istirahat ada panggilan shalat dan seruan "shalat lebih baik daripada tidur". Karena adanya keyakinan dan keimanan maka kita bangun menuju masjid dengan penuh perjuangan. Wajar saja jika pahalanya besar.  

Khusus di bulan Ramadhan Allah memberikan pahala yang berlipat ganda dengan rentang 10 kali sampai 700 kali dari ibadah di luar ramadhan. Tiap orang bisa dapat pahala yang berbeda  pada rentang di atas. Tergantung pada keikhlasan masing-masing. 

Ibadah puasa punya keistimewaan. Kata Allah dalam hadist Qudai "...Kecuali puasa. Itu untukKu dan Aku akan membalasnya".  Jadi bukan di  rentang 10-700 tapi tak terbatas. Mengapa? Puasa ibadah paling berat. Jika shalat satu waktu hanya 5 menit dan ada jeda setelah itu. Demikian pula haji hanya 5 hari selesai. Zakat juga hanya sekali setahun dengan syarat nishab dan haul.

Dari sisi psikologi juga dpt dijelaskan alasan puasa itu berat. Penggunaan kata dalam Al Qur'an dan Hadist. Perintah puasa tipenya meninggalkan perbuatan. Tidak boleh makan, minum dan berhubungan suami istri dari subuh sampai magrib. Berbeda dengan perintah shalat yang tipe kalimatnya melaksanakan perbuatan seperti "dirikanlah shalat". Teori framing mengatakan kalimat negatif dua kali lebih besar direspon daripada kalimat positif. Karena puasa menggunakan kalimat negatif maka itu membuat puasa jadi berat. Jadi sedikit ringan karena iman dan dilakukan berjamaah. 

Kemudian semakin dekat syawal juga semakin berat. Ada gangguan dari aktivitas mudik dan persiapan lebaran. Oleh karena itu pada 10 hari terakhir Allah letakkan malam lailatul qadr dengan pahala yang luar biasa besar. Lebih mulia daripada 1000 bulan. Untuk merainya bukan ditunggu tapi dijemput dengan i'tikaf di masjid. Secara ilmu ekonomi return besar butuh juga modal yang besar.

Menjelang tengah ramadhan mari kuatkan semangat dan motivasi. Allah siapkan return pahala yang semakin besar maka tentu resiko dan modal juga besar. Tingkat kesulitan semakin tinggi. Mari siapkan diri meraih pahala yang Allah janjikan. Kalau bukan ramadhan tahun ini, kapan lagi. Tidak ada jaminan masih hidup di ramadhan tahun depan.

Makassar, 28 Mei 2018

Rangkuman ceramah Dr. Hamid Habbe di Masjid Al Ukhuwwah Bukit Baruga

Previous PostAnak sebagai Karunia dan Amanah
Next PostTiga Tanda Sukses Ramadhan
ARSIP MESSAGE OF THE DIRECTOR