Pendidikan Holistik

Author :

Pada tanggal 2 Mei 2025 saya ditugaskan khutbah Jumat di masjid Al-Afiah Fakultas Kedokteran Unhas. Bertepatan dengan Hari Pendidikan Nasional maka saya menyampaikan tema pendidikan holistik. Pendidikan yang menyatukan ilmu, iman dan amal untuk kemajuan peradaban. Diangkat dari sejarah peradaban Islam yang diawali dari turunnya Al Qur'an Surat Al Alaq: 1-5.

Sekitar Desember 2006 saya bersama rombongan kafilah haji KBIH Salman ITB mengunjungi Jabal Nur. Di gunung ini terdapat Gua Hira tempat Muhammad pertama kali menerima wahyu dari Allah. Saat sampai di puncak Jabal Nur, hati ini bergetar melihat tempat Rasulullah menerima wahyu pertama kali. Terbayang bagaimana Rasulullah menyendiri di tempat itu memikirkan dan merenungi kondisi umat dan bangsanya yang jahiliah. Sedemikian jahiliahnya, perilaku-perilaku tak berperikemanusiaan menjadi kebiasaan. 

Kaum yang kuat menindas dan memperbudak yang lemah. Wanita tidak berharga, laki-laki yang wafat dan meninggalkan istri, dapat mewariskan ke anak-anaknya. Beberapa suku tertentu, merasa sangat malu jika melahirkan anak perempuan sehingga tega menguburnya hidup-hidup. Jika berdagang berlaku curang. Lebih bermasalah lagi, mayoritas mereka menyembah berhala berbentuk patung yang terbuat dari batu, gandum dan juga kurma. Setelah disembah, jika lapar dan tidak ada makanan, patung tuhan dari kurma dan gandum tersebut dimakan. 

Semua kondisi itu menjadi kegelisahan Muhammad. Berhari-hari beliau merenung dan memohon petunjuk kepada Allah. Betapa kagetnya beliau, saat di bulan Ramadhan 610 M datanglah ‘seseorang’ yang memeluknya dengan keras dan memerintahkannya iqra’… iqra’…. Iqra’… bacalah … bacalah …. bacalah.  “Apa yang harus saya baca?”, Tanya beliau. Turunlah 5 ayat pertama surat Al 'Alaq.

Antara masalah yang beliau renungi dengan jawaban yang diterima, seolah-olah tidak berhubungan. Mengapa yang turun pertama kali bukan surat Al Ikhlas yang menegaskan keesaan Allah, saat manusia banyak menyembah berhala? Kok malah disuruh membaca? Ini bagi saya hal yang aneh, dan pasti ada rahasia dan hikmah besar di balik ini semua. 

Aktivitas utama yang kita lakukan saat membaca adalah berpikir. Apa keistimewaan berpikir? Berpikir adalah kunci ilmu. Tetapi bukan sekadar ilmu karena lebih lanjut lagi, perintah “membaca” dilanjutkan “dengan nama Tuhanmu yang menciptakan”. Artinya, ilmu yang diperoleh tidak hanya jadi ilmu saja. Harus menjadi kunci iman. Maksudnya beriman kepada Allah yang Menciptakan manusia harus didasari dengan pengetahuan dan ilmu yang kokoh, bukan dogma. 

Lebih lanjut di ayat kedua, hal yang harus dipikirkan oleh manusia yaitu dirinya sendiri “yang Menciptakan manusia dari ‘alaq”. Di ayat kedua ini terdapat kata ‘alaq. Apa keistimewaan kata “alaq” di ayat tersebut? Jika hanya  “yang menciptakan manusia” bisa berhenti di tataran dogma.Tetapi dengan kata ‘alaq maka jelas ada bentuk awalnya yang harus dipikirkan, diteliti lebih lanjut. Memikirkan awal kejadian manusia sampai akhirnya menemukan Allah sebagai penciptanya. Jadi ilmu sebagai dasar iman semakin tampak.   

Apakah cukup hanya itu? Ternyata tidak karena pada ayat ketiga kembali Allah memerintahkan “bacalah, dan Tuhanmulah yang Maha Mulia”. Mengapa Allah Mulia? Dijawab pada ayat keempat “yang mengajarkan manusia dengan perantaraan kalam/pena”. Allah Mulia karena mengajar manusia.  Apakah manusia juga bisa mulia? Tentu bisa dan kemuliaan itu diraih dengan berbagi ilmu, mengajar dengan media kalam. Kata kunci berikut setelah “iman dan ilmu” yaitu “amal” khususnya mengajar.

Apakah setiap yang mengajar pasti mulia? Belum tentu karena pada ayat kelima dijelaskan “yang mengajarkan manusia apa yang tidak diketahuinya”. Tidak asal mengajar. Harus efektif, berhasil menjadikan manusia mengerti, memahami dan mengamalkan ilmu yang telah dipelajarinya. Menjadi ilmu yang bermanfaat membuahkan amal shaleh. 

Itulah pendidikan holistik. Pendidikan yang mengajak membaca, belajar, mengkaji untuk berpikir dan menemukan ilmu sebagai dasar iman dan amal shaleh. Amal shaleh yang berdampak kebaikan kepada diri sendiri, orang lain,  masyarakat dan alam raya. Amal shaleh yang menjadi kunci bahagia dunia dan akhirat. Ternyata 5 ayat pertama yang disampaikan Allah kepada Rasulullah merupakan fondasi yang kokoh sehingga kelak Islam dapat membangun peradaban yang berbasis iman, ilmu, dan amal shaleh dan menjadi rahmat bagi semesta alam.

Previous PostKunci Kontribusi
Next PostPenyakit Pemimpin
ARSIP MESSAGE OF THE DIRECTOR