Mewaspadai Komunisme

Pekan ini ada dua hari bersejarah di Indonesia yaitu Gerakan 30 September dan Hari Kesaktian Pancasila 1 Oktober. Peristiwa ini terjadi pada tahun 1965 atau 59 tahun yang lalu. Partai Komunis Indonesia melakukan pemberontakan atau makar yang kedua kalinya sejak Indonesia merdeka.
Gerakan makar itu dinamai Gerakan 30 September atau Gestapu yang dipimpin oleh Kolonel Untung. Melalui penculikan di malam 30 September maka gugurlah beberapa perwira Angkatan Darat seperti Jenderal Ahmad Yani dan lainnya yang kemudian diberi gelar Pahlawan Revolusi.
Gerakan komunisme di manapun di belahan dunia ini memiliki pola yang sama yaitu kekerasan dan menghalalkan segala cara demi merebut kekuasaan. Sebagai ideologi anti Tuhan maka wajar saja demikian. Tentu tidak mengenal konsep dosa-pahala, surga-neraka. Bagi komunis hidup ini hanya di dunia. Capailah segala keinginan dan hadapi semua tantangan dengan cara apapun. Halalkan segala cara.
Peristiwa di Indonesia pada tahun 1948 dan 1965 pun demikian. Syukur Alhamdulillah Indonesia masih dalam lindungan Allah. Mahasiswa, ummat Islam dan tentara dapat bersatu melawan komunis yang pada tahun 1960-an telah melakukan teror kepada rakyat yang berbeda paham dan menjadi lawan politiknya.
Apakah setelah PKI tumbang mereka menjadi hilang dari bumi Indonesia. Ternyata tidak. Secara organisasi PKI sudah dibubarkan. Tapi sebagai ideologi komunis tetap ada. Penggerak dan pendukungnya masih terus bergerak. Tentu yang berbeda adalah cara bergeraknya. Bukan lagi terang-terangan sebagai organisasi tapi melalui 'gerilya' pada berbagai lembaga yang ada.
Belajar dari sejarah bahkan sejak sebelum kemerdekaan, ada 3 pola gerakan komunis yang masih terus berjalan sampai sekarang. Sering disingkat dengan IPA yaitu infiltrasi atau penyusupan, pembusukan dan adu domba. Langkah pertama adalah menyusup ke dalam organisasi yang menjadi target. Bisa partai politik, LSM atau lembaga pemerintahan. Awalnya anggota biasa. Lama-lama bisa jadi pimpinan tinggi.
Setelah berhasil menyusup maka langkah selanjutnya yaitu melakukan pembusukan. Maksudnya membuat fitnah yang dapat membangun citra buruk bagi lembaga yang disusupinya. Akhirnya terjadi polarisasi dan perpecahan. Langkah terakhir yaitu adu domba. Sesama anggota yang berbeda paham dan pendapat dibenturkan sehingga pecah.
Pola IPA (infiltrasi, pembusukan, adu domba) masih terus berlangsung sampai sekarang. Rakyat Indonesia harus hati-hati jika melihat ada gerakan yang terus menonjolkan perbedaan paham bukan persamaan. Apalagi jika mulai "mengkafirkan" golongan lain yang berbeda. Itu adalah langkah pembusukan sebelum akhirnya mengadu domba sesama rakyat atau ummat Islam.
Semoga kita semua tetap waspada dan tidak melupakan sejarah. Mari tetap mewaspadai komunisme. Caranya menjadi warga Indonesia yang Pancasilais. Berketuhanan, berperikemanusiaan, menjaga persatuan, musyarawah dan mewujudkan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
Mari sejahterakan rakyat dan tegakkan keadilan. Lakukan pembangunan ekonomi yang merata untuk melawan kemiskinan karena itu salah satu celah pintu masuk ajaran komunisme. Jangan lupa juga tegakkan keadilan. Lawan mafia peradilan yang menghancurkan sendi-sendi keadilan dan peradaban. Selamat berjuang.