Learning Agility
Kita sekarang menghadapi era VUCA (volatile, uncertainty, complexity dan ambiguity) yang tidak menentu, penuh ketidakpastian, rumit dan kurang jelas.
Ibarat di pantai era VUCA ini ombaknya tinggi dan membahayakan. Jika tidak mampu menghadapinya maka kita akan terseret dan tenggelam.
Ada juga orang yang dapat bermain di ombak yang tinggi. Itulah para peselancar. Semakin tinggi ombaknya, mereka semakin tertantang untuk berselancar di atasnya. Tentu dibutuhkan keberanian, keterampilan dan mental yang tangguh. Jangan coba-coba jika nyali anda kecil dan skill terbatas. Bukannya berselancar, malah jadi tenggelam.
Bagi dunia bisnis menghadapi era yang tidak menentu membutuhkan organisasi dan karyawan yang agile atau lincah dan tangkas. Dikenal dengan istilah agility. Ibarat pemain sepak bola hebat seperti Messi yang tetap mampu bergerak lincah dan tangkas meskipun dikawal dan dihalangi oleh banyak lawan.
Ciri individu dan organisasi yang agile yaitu mampu beradaptasi dengan cepat pada perubahan. Pandemi covid pada tahun 2020 lalu menjadi ajang ujian nyata. Mereka yang gagal beradaptasi akan mati. Tidak bisa bertahan dalam krisis yang berkepanjangan. Hanya yang adaptif dan cepat merespon perubahan yang mampu bertahan.
Mereka mampu merespon dengan cepat kondisi dan kebutuhan konsumen. Pada saat berlaku PSBB dan PPKM di mana mobilitas dibatasi, teknologi digital menjadi solusi. Itulah bentuk inovasi dalam merespon kondisi. Bisnis digital berkembang pesat. Aplikasi marketplace menggantikan pasar nyata yang ada selama ini.
Apa yang menjadi kunci agar memiliki agility di era sekarang? Menurut Steven Yudhiyanto, SPV Human Capital Strategy Bank Mandiri pada acara Kalla People Fest 16 Januari 2023 di Wisma Kalla Makassar, dibutuhkan learning agility agar dapat terus bertahan dan berkembang di era yang penuh ketidakpastian ini.
Learning agility didefinisikan sebagai kesediaan dan kemampuan untuk belajar dari pengalaman, dan kemudian menerapkannya untuk bekerja dengan baik pada kondisi yang baru (Eichinger). Ada 4 komponen untuk membangun learning agility yaitu intelectual agility, emotional agility, growth mindset dan GRIT.
Intellectual agility terkait dengan kemampuan berfikir kritis (critical thinking), fleksibilitas (flexibility) dan kecepatan (speed) dalam memproses informasi. Dampaknya dapat menyelesaikan masalah dengan ide yang kreatif dan inovatif dengan cepat dan tepat.
Komponen kedua yaitu emotional agility. Hal ini terkait dengan kemampuan mengenali, memahami, dan mengelola emosi diri sendiri dan orang lain. Menghadapi era yang serba tidak menentu jika tidak memiliki emotional agility maka akan mudah stress dan depresi.
Komponen ketiga yaitu growth mindset atau pola pikir bertumbuh yang terdiri atas rasa ingin tahu (curiosity), kesa daran diri (self awareness), dan yakin bahwa siapapun bisa belajar hal baru. Perubahan yang terjadi memiliki pengetahuan dan keterampilan baru yang harus dipelajari karena kompetensi yang lama tidak lagi relevan.
Komponen keempat yaitu GRIT yang bercirikan motivasi yang kuat, dorongan dan ketahanan yang tinggi karena adanya passion (gairah) untuk mencapai tujuan jangka panjang. Siap bangkit dari kegagalan, pantang menyerah mencapai tujuan. Perpaduan GRIT dengan intellectual agility, emotional agility dan growth mindset akan membuat kita memiliki learning agility yang mampu beradaptasi terhadap perubahan dengan cepat, tepat dan bersahabat.