Bimbingan dan konseling merupakan salah satu unsur pent ing yang harus menjadi konsentrasi utuh di sebuah satuan pendidikan. Hal ini tergambar dari aktivitas yang dilakukan oleh siswa di sekolah yang tidak akan pernah lepas dari proses interaksi sosial. Selain interaksi sosial—sebagai satu keutuhan manusia, tentunya siswa akan selalu melibatkan diri dalam melakukan aktivitas belajar dan juga menentukan arah pilihan karirnya secara tidak langsung. Semua hal tersebut tercakup dalam bidang-bidang yang ada dalam program kerja BK, yakni: bimbingan pribadi; bimbingan sosial; bimbingan belajar; serta bimbingan karir.
Keempat
bidang tersebut
masing-masing memiliki cakupan peran berbeda di setiap siswa. Meskipun tidak dipungkiri
akan
ada satu dua siswa yang cenderung
kebutuhannya pada bidang tertentu saja. Pengaplikasian ke empat bidang di atas,
bukan hanya
siswa yang “BERMASALAH” pada bidang-bidang tersebut saja, melainkan pada semua siswa
secara keseluruhan. Siswa berhak
untuk memperoleh ke empatnya, bergantung
dari hasil analisis kebutuhan yang telah dilakukan.
Bagaimana
proses kerjanya? Pertanyaan tersebut
merupakan pertanyaan klasik
yang
sudah sering dialamatkan kepada guru BK di sekolah. Pertanyaan yang
mengisyaratkan seakan-akan BK di sekolah tidak bekerja secara maksimal dan tidak
melakukan apa-apa. Ini adalah tantangan. Tidak dipungkiri, mencuatnya “image itu tentunya karena kenyataan yang terdapat di lapangan cenderung seperti itu. Namun, jika tidak diluruskan dan diklarifikasi, tentunya akan menjadi wacana yang tidak dapat
dipertanggungjawabkan, bukan? Insya Allah demi
perbaikan dan kemajuan bersama, pasti
BISA.
Kuota untuk
masing-masing guru BK di sekolah idealnya adalah 150 siswa per satu orang guru BK.
Bisa dibayangkan jika dalam satu sekolah ada ratusan bahkan ribuan siswa, dan
guru BK hanya terdiri atas dua
atau tiga orang saja, tentu ini
merupakan tantangan tersendiri bagi guru BK tersebut. Ini masih dalam taraf
kuota siswa asuh, belum sistematika pekerjaan yang sudah mendarah daging di
sekolah, bahwa “SETIAP ADA SISWA BERMASALAH” pasti muaranya adalah ke
ruang BK.
Tentunya, secara
tidak langsung, kita
mengarahkan pola pikir
siswa untuk
menerjemahkan bahwa ruangan BK dan guru BK hanya untuk tempat siswa bermasalah,
apapun itu bentuk masalahnya. Seperti halnya yang telah dikemukaan lebih awal
oleh Freud dalam teori Psikonalisis, bahwa “segala
ingin-ingin
seseorang itu tertanam atau petunjuk dari alam bawah sadar”.
Artinya adalah frame bahwa guru BK
dan ruang BK untuk siswa bermasalah telah tertanam dalam alam bawah sadar siswa
dan wujudnya, semua jenis masalah akan dialihkan dan diserahkan ke BK.
Padahal,
seyogyanya tidak demikian sesuai dengan gambaran bagan di bawah ini:
<!--[if gte vml 1]><!--[endif]-->
Gambar
di atas menunjukkan bahwa pada ranah tertentu, barulah guru BK berwenang untuk
memberikan bimbingan atau konseling kepada siswa. Gambar tersebut tidak
memberikan pengecualian, bahwa hanya siswa yang memiliki masalah dalam kategori ‘sedang’ yang boleh ditangani
guru BK. Yang
perlu dipahami bahwa ada alur untuk penanganan kasus sebagai bentuk
profesionalitas dalam bekerja. Tentunya sistem harus kita ‘hargai’ sebagai
bagian yang mengatur kita, tetapi
kembali lagi, bahwa manusialah yang
membut sistem itu, sama halnya
dengan sistem alur penanganan
BK
di sekolah.
Hal
ini senada dengan isi dalam buku “Kerja Itu Ibadah” tentang pembahasan memaknai
pekerjaan, bahwa pekerjaan apapun itu harus kita maknai dengan penuh luar biasa,
agar kita tidak hanya sekadar
bekerja yang mengikuti segala aturan dan arahan, tanpa mampu untuk melakukan
tindakan apabila ada ketidaksesuaian yang kita rasakan.
Pemaparan di atas masih merupakan sebagian dari aspek yang menjadi kendala-kendala BK di sekolah (sesuai dengan gambaran beberapa di lapangan), pada artikel berikutnya akan dibahas lebih lanjut. Namun, pertanyaannya bagaimanakah idealnya BK di sekolah seharusnya? Berikut penjelasannya!
<!--[if gte vml 1]><!--[endif]-->
Gambar
di atas merupakan
sebagian kecil yang menjadi gambaran tentang pelaksanaan BK di sekolah. Pada
tulisan ini, penulis hanya ingin menyampaikan bahwa perlu koordinasi dari semua
pihak, bahwa terkait mendidik, mendisiplinkan, dan megarahkan mereka untuk
sukses. Sekarang bukan waktu untuk saling menyalahkan, tetapi mari tudang sipulung
seraya menyatukan pendangan untuk keberhasilan anak
didik kita.
Seperti
kata Freud, jangan karena ingin-ingin kita melakukan sesuatu
Berusahalah
menstimulus diri dengan kebaikan
Maka
respon fisik dan psikis juga akan baik
Entah
di awal akan manis atau pahit
Teruslah berbuat baik
Actually,
If
you want to be a succes person, you must know, understand and believe your self